BUKU DAN WATAK BANGSA

REFLEKSI BULAN MEI SEBAGAI BULAN BUKU NASIONAL

Almarhum Bung Hatta mengatakan bahwa buku turut membentuk watak bangsa. Kalau kita telaah pernyataan tersebut memang tepat adanya. sebab didalam  buku terhimpun secara sistematis dan selektif berbagai pemikiran terbaik, serta pengalaman manusia masa lalu dan sekarang.
Tidak salah apabila pemerintah Indonesia pada tahun 1996 telah menetapkan bulan mei sebagai bulan buku nasional dan bulan september sebagai bulan gemar membaca. Dengan demikian diharapkan tumbuh dan terpeliharanya masyarakat indonesia yang gemar belajar dan gemar membaca (Reading and learning society).
Para ahli dalam berbagai literatur mengatakan bahwa buku adalah alat komunikasi dan alat pendidikan yang paling berpengaruh bagi perkembangan kebudayaan manusia.Semakin maju dan modern suatu bangsa semakin keras pula persaingan dalam berbagai sendi kehidupan. hanya manusia yang berkualitaslah yang mampu mengimbangi dan meraih kesuksesan. Disnilah dapat dibuktikan adanya korelasi yang positif antara peranan buku dalam pembentukan manusia yang berkualitas.
Kalau kita lihat perjalanan hidup manusia khususnya dalam hal belajar pasti akan menempuh 3 lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Hanya dengan media bukulah ketiga lingkungan tersebut dapat diisi dan dimanfaatkan sebagai ruang belajar dan berfikir. Belajar disekolah terbentur waktu dan batasan kurikulum, sedangkan di keluarga dan masyarakat tidak ada batasan formal sehingga dapat dibiasakan belajar mandiri.
Untuk menyikapi kenyataan tersebut otomatis setiap Individu perlu memiliki buku dalam arti yang sebenarnya. Ada 2 macam pengertian memiliki buku, yang pertama dalam arti sempit adalah orang yang memiliki buku hanya untuk disimpan dalam lemari atau rak sebagai hiasan dan dalam dirinya timbul perasaan bangga karena memiliki koleksi buku.   Yang ke- 2 dalam arti luas adalah orang yang memiliki buku dan buku tersebut selalu dibaca dan menjadikan isi buku tersebut bagian dari khazanah batinnya.
Dilihat dari wujud bukunya pemilik buku yang pertama sudah pasti terpelihara dengan baik, sedangkan pemilik buku yang kedua mungkin wujud bukunya agak sedikit kumal dan didalamnya ada semacam catatan kecil pada setiap lembarnya, tetapi inilah yang memiliki buku sebenarnya.
Harus diakui bahwa masyarakat Indonesia sampai sekarang belum terbiasa memiliki buku dalam arti luas dan membeli buku belum menjadi kebutuhan, hanya sebagian kecil saja yang sudah sampai ke taraf itu. Diberikan Fasilitas pun belum banyak memanfaatkan, contoh jumlah pengunjung  perpustakaan baik di sekolah maupun perpustakaan umum masih relatif rendah di bandingkan jumlah anggota. Berbeda dengan di Jepang kebanyakan anak-anak disana lebih suka membaca daripada nonton televisi. Yang lebih memprihatinkan adalah tidak sedikit orang yang pendidikannya tinggi, tapi ilmunya sulit berkembang, karena tidak memiliki budaya membaca dengan buku sebagai media menambah ilmu pengetahuannya. Sebaliknya  banyak orang yang berpendidikan rendah tapi sukses dalam persaingan hidupnya hanya karena dia dapat memanfaatkan buku sebagai media untuk terus meningkatkan kualitas hidupnya.    
0 Responses

Posting Komentar